
Di tengah perkembangan teknologi dan sistem pembayaran digital, pasar-pasar tradisional di Jawa Tengah tetap menjadi saksi hidup dari kekayaan budaya lokal. Salah satu tradisi yang masih dijalankan di beberapa desa adalah penggunaan mata uang genting sebagai alat transaksi.
Bagi sebagian orang, mendengar istilah bonus new member 100 “mata uang genting” mungkin terdengar aneh, tapi bagi masyarakat setempat, ini adalah bagian dari identitas budaya yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Asal Usul Mata Uang Genting
Genting yang dimaksud di sini adalah pecahan kecil dari tanah liat yang biasanya digunakan untuk membuat atap rumah. Dulu, saat uang logam dan kertas sulit ditemukan di pedesaan, masyarakat menciptakan sistem barter sederhana menggunakan benda yang mudah didapat.
Genting dipilih karena:
-
Bentuk dan ukuran seragam sehingga mudah dihitung.
-
Tahan lama dan tidak mudah rusak.
-
Tidak memiliki nilai tinggi di luar komunitas, sehingga aman dari pencurian.
Cara Kerja Sistem Mata Uang Genting di Pasar
Di pasar tradisional yang menerapkan sistem ini, pembeli akan datang dengan membawa genting sebagai “modal belanja”. Setiap genting biasanya memiliki nilai setara dengan harga tertentu yang sudah disepakati, misalnya 1 genting = Rp500 atau Rp1.000.
Langkah transaksinya:
-
Pembeli menyerahkan genting ke pedagang.
-
Pedagang menghitung genting sesuai harga barang.
-
Genting yang terkumpul akan digunakan pedagang untuk berbelanja ke pedagang lain di pasar.
Jenis Pasar yang Masih Menggunakan Mata Uang Genting
Tradisi ini sudah sangat jarang ditemukan, tetapi masih bisa dijumpai di beberapa daerah pedesaan di Jawa Tengah, khususnya di pasar yang menjadi bagian dari acara sedekah bumi atau pasar kaget tradisional saat perayaan desa.
Contohnya:
-
Pasar Kulonan di Kabupaten Klaten saat acara adat.
-
Pasar Mingguan di Lereng Gunung Merbabu yang menggelar jual beli genting sebagai bagian dari hiburan rakyat.
Kelebihan dan Kekurangan Sistem Ini
Kelebihan
-
Menguatkan rasa kebersamaan antar warga.
-
Mencegah inflasi dalam lingkup komunitas.
-
Melestarikan budaya lokal yang unik dan khas.
Kekurangan
-
Tidak bisa digunakan di luar pasar tersebut.
-
Nilai tukar tidak stabil jika dibandingkan dengan uang resmi.
-
Sulit diterapkan di skala besar.
Makna Budaya di Balik Mata Uang Genting
Bagi masyarakat Jawa Tengah yang masih menjalankan tradisi ini, mata uang genting bukan sekadar alat tukar, tetapi juga simbol filosofi hidup:
-
Kesederhanaan – hidup tidak harus berlebihan.
-
Gotong royong – sistem ini berjalan karena adanya kepercayaan.
-
Pelestarian warisan leluhur – menjaga adat agar tidak punah.
Kesimpulan
Mata uang genting di pasar-pasar tradisional Jawa Tengah adalah contoh nyata bahwa perkembangan zaman tidak sepenuhnya menghapus tradisi. Justru, di balik kesederhanaannya, sistem ini menyimpan nilai budaya, kebersamaan, dan filosofi hidup yang patut dijaga.
Bagi yang ingin berkunjung, datanglah saat acara adat atau pasar rakyat di desa-desa tertentu. Anda akan merasakan pengalaman berbelanja yang berbeda, jauh dari hiruk pikuk pasar modern.